Merdekapos.com, Rokan Hilir- Kemeriahan budaya kembali menghidupkan Kota Bagansiapiapi, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, dengan digelarnya Festival Bakar Tongkang pada Kamis, (12/06/2025).

Perayaan ini bukan sekadar atraksi budaya, tetapi juga simbol pengorbanan, syukur, dan spiritualitas yang diwariskan turun-temurun oleh masyarakat Tionghoa. Festival ini masuk dalam daftar bergengsi 110 Karisma Event Nusantara (KEN) 2025 versi Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.

Tradisi ini berakar dari cerita sekelompok perantau bermarga Ang yang meninggalkan tanah Tiongkok pada akhir abad ke-19. Mengarungi lautan demi mencari kehidupan yang lebih baik, mereka tiba di Bagansiapiapi pada tahun 1880, dipandu oleh cahaya kunang-kunang yang mereka yakini sebagai petunjuk ilahi. Keputusan mereka untuk menetap dan membakar tongkang sebagai simbol “tak akan kembali” menjadi tonggak awal tradisi yang kini dikenal luas sebagai Bakar Tongkang.

Ritual Bakar Tongkang digelar rutin setiap tanggal 15–17 bulan kelima penanggalan Imlek. Prosesi dimulai dengan persembahyangan di kelenteng, lalu berlanjut dengan pawai membawa tongkang berupa replika kapal tradisional Cina yang dihias warna merah dan kuning mencolok. Kapal sepanjang 3 meter dan tinggi 1 meter itu diusung oleh puluhan pria berbaju seragam kuning menuju lokasi pembakaran, diiringi oleh ribuan pasang mata yang memadati jalan.

Sebelum dibakar, tongkang diisi beragam persembahan seperti beras, jam dinding, serta barang-barang simbolik lainnya sebagai ungkapan syukur dan harapan kepada para dewa. Uniknya, arah jatuhnya tiang layar setelah kapal dibakar diyakini menjadi pertanda arah rezeki tahun itu. Apakah ke darat (pertanda baik di tempat tinggal) atau ke laut (pertanda rezeki di luar daerah).

Tahun lalu, Festival Bakar Tongkang menarik perhatian lebih dari 50.000 wisatawan, baik lokal maupun mancanegara. Tidak hanya hotel-hotel di Bagansiapiapi yang penuh, tetapi UMKM dan pelaku pariwisata turut merasakan dampak positifnya. Festival ini menjadi penggerak ekonomi lokal sekaligus etalase warisan budaya Indonesia yang masih hidup dan berkembang.

Menariknya, banyak pihak mendorong agar Bakar Tongkang diusulkan menjadi warisan budaya takbenda UNESCO. Di tengah arus modernisasi, keberadaan festival ini menjadi refleksi kuat bahwa budaya dan kearifan lokal masih memiliki ruang besar dalam kehidupan masyarakat.

Kini, tantangan selanjutnya adalah memastikan regenerasi nilai dan pelibatan generasi muda dalam pelestarian tradisi. Festival ini bukan hanya milik warga Tionghoa, tetapi sudah menjadi bagian dari identitas budaya nasional yang inklusif dan mendekatkan antar-etnis di Indonesia.

Laporan oleh Dipa

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version