Merdekapos.com, Pekanbaru – Ribuan warga Indonesia menolak keras rencana kenaikan PPN menjadi 12% pada 1 Januari 2025.
Melalui petisi online yang dibuat pada 19 November 2024 oleh akun bareng warga, yang akan ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk pemerintah agar segera membatalkan kenaikan (PPN) 12%.
Saat ini petisi online tersebut telah mendapatkan 106.796 tanda tangan masyarakat untuk menolak kenaikan PPN 12% dengan alasan yang diajukan adalah kenaikan PPN akan menambah kesulitan bagi masyarakat, karena harga barang-barang kebutuhan pokok diperkirakan akan meningkat.
“Jika kenaikan PPN tetap diberlakukan, daya beli masyarakat tidak hanya merosot tetapi akan jatuh bebas. Pemerintah seharusnya membatalkan kenaikan ini sebelum kerugian rakyat semakin besar dan utang dari pinjaman online.” ujar salah satu komentar masyarakat di petisi #tolakkenaikanppn
Sehingga hal ini dikhawatirkan akan semakin memperburuk kondisi ekonomi yang masih terpengaruh dari dampak pandemi Covid-19 tahun lalu.
Berdasarkan sumber data Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2024, jumlah pengangguran terbuka mencapai 4,91 juta orang, sementara lebih dari separuh pekerja Indonesia (57,94%) bekerja di sektor informal dari 144,64 juta orang yang bekerja.
Sedangkan, rata-rata upah pekerja sudah semakin mendekati Upah Minimum Provinsi (UMP) yang kian mengalami penurunan sejak 2023.
Melalui perhitungan BPS di tahun 2020, untuk memenuhi kebutuhan hidup di jakarta masyarakat membutuhkan sekitar 14 juta rupiah per bulan, sementara UMP Jakarta pada 2024 hanya sebesar 5,06 juta rupiah.
Oleh karena itu, kenaikan PPN dinilai akan semakin menambah beban hidup masyarakat di tengah penurunan daya beli yang sudah terjadi sejak Mei 2024.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan bahwa kenaikan tarif PPN 12 persen merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang mengharuskan penerapan tarif PPN 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025. Ia juga menyatakan bahwa kebijakan ini diputuskan oleh DPR, bukan pemerintah.
“PPN tahun depan (2025) yang menentukan adalah undang-undang, dan undang-undang itu adalah hampir seluruh fraksi (DPR), kecuali PKS (Partai Keadilan Sejahtera). Jadi yang menentukan bukan pemerintah,” jelas Airlangga di Pangkalan TNI AU (Lanud) Halim Perdanakusuma, Jakarta pada 17 Desember 2024.
Meski demikian, pemerintah berencana memberikan berbagai insentif untuk mengurangi dampak kenaikan PPN terhadap daya beli masyarakat. Insentif yang akan diberikan meliputi bantuan pangan untuk 16 juta keluarga, berupa beras 10 kilogram per bulan.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan diskon tarif listrik sebesar 50 persen untuk pelanggan PLN dengan daya terpasang 2.200 VA atau lebih rendah pada Januari-Februari 2025. Diskon ini akan menjangkau sekitar 81,1 juta pelanggan, baik yang mendapat subsidi maupun non-subsidi.
Selnjutnya, pemerintah juga akan memberikan pembebasan PPN untuk barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula, susu segar, daging, telur ayam, dan ikan.
Namun untuk beberapa komoditas penting, seperti minyakita, tepung terigu, dan gula industri, tarif PPN akan tetap dipertahankan pada 11 persen, dengan kebijakan insentif PPN DTP (Diskon Tarif PPN Ditanggung Pemerintah), di mana pemerintah menanggung 1 persen dari kenaikan tarif PPN tersebut.
Laporan oleh dipa