Merdekapos.com, Jakarta – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) kembali melemah, menutup perdagangan hari ini dengan kehilangan 50,50 poin atau turun 0,31 persen ke level Rp16.376 per dolar AS. Sentimen global dan domestik disebut-sebut menjadi faktor utama yang memengaruhi pelemahan tersebut.
Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) dari Bank Indonesia, kurs rupiah ditutup di angka Rp16.378 per USD, turun dari posisi sebelumnya di Rp16.311.
Menurut pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi, salah satu faktor eksternal yang memicu pelemahan rupiah adalah data inflasi Amerika Serikat. Data Consumer Price Index (CPI) Desember menunjukkan angka yang sedikit lebih rendah dari perkiraan.
“CPI utama sesuai ekspektasi, sedangkan CPI inti sedikit meleset dari prediksi. Ini terjadi sehari setelah rilis data indeks harga produsen yang juga lebih rendah dari yang diharapkan,” ujar Ibrahim dalam risetnya, Kamis (16/1/2025).
Rendahnya inflasi di AS memunculkan spekulasi bahwa Federal Reserve (The Fed) akan lebih percaya diri untuk memangkas suku bunga sebanyak dua kali pada 2025.
Meski begitu, langkah pemangkasan ini akan dilakukan secara hati-hati, terutama dengan kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih yang diprediksi membawa kebijakan ekonomi baru.
Selain itu, kebijakan sanksi tambahan AS terhadap Rusia, khususnya pada produsen minyak dan tanker, juga turut memengaruhi pasar global. Sanksi ini memaksa pelanggan utama Rusia mencari sumber minyak lain, sehingga meningkatkan biaya pengiriman secara global.
Pekan ini, perhatian investor juga tertuju pada data ekonomi China, termasuk pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk 2024, yang dijadwalkan rilis pada Jumat. Selain itu, data produksi industri dan penjualan ritel Desember juga dinantikan untuk memberikan gambaran mengenai kinerja ekonomi negara tersebut.
Di dalam negeri, Bank Indonesia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 4,7–5,5 persen, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 4,8–5,6 persen.
Penurunan proyeksi ini mencerminkan dinamika ekonomi yang terus bergejolak. Data menunjukkan bahwa pada kuartal IV 2024, pertumbuhan ekonomi sedikit di bawah ekspektasi, dipengaruhi oleh lemahnya permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi.
Ekspor juga diperkirakan melemah akibat menurunnya permintaan dari negara mitra dagang utama, kecuali Amerika Serikat. Selain itu, konsumsi rumah tangga golongan menengah ke bawah masih belum pulih sepenuhnya, seiring ekspektasi penghasilan yang belum stabil dan keterbatasan lapangan kerja.
Melihat kondisi terkini, rupiah diprediksi akan bergerak fluktuatif pada perdagangan berikutnya, dengan potensi penguatan tipis di kisaran Rp16.360 hingga Rp16.430 per dolar AS.
Sementara itu, sentimen global dan domestik akan terus memengaruhi stabilitas rupiah, sehingga pelaku pasar perlu mencermati berbagai indikator ekonomi untuk menentukan langkah investasi ke depan.
Laporan oleh dipa