Merdekapos.com, Pekanbaru – European Union Deforestation Regulation (EUDR) atau Peraturan Deforestrasi Uni Eropa merupakan sebuah ancaman serius bagi industri kelapa sawit se-indonesia.

Duta Besar RI untuk Uni Eropa , Andri Hadi mengungkapkan bahwa aturan tersebut tidak hanya berpotensi memecahkan industri kelapa sawit tetapi juga menciptakan risiko baru ke negara lain yang kemungkinan menerapkan peraturan tersebut sehingga ekspor sawit dari indonesia turun.

Pada pertemuan IPOC 2024, Andri menjelaskan parlemen uni eropa masih belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait mekanisme implementasi sistem benchmarking yang diarahkan oleh EUDR.

Benchmarking adalah mekanisme untuk pengelompokan negara-negara berdasarkan tingkat risiko deforestrasi. Jadi, jika satu negara memiliki pengaruh yang kuat maka kemungkinan besar negara lain akan mengikuti langkah uni eropa dalam menerapkan pembatasan dagang sehingga hal ini dapat merugikan negara tersebut.

Sebelumnya, Andri  telah menelaah tantangan dalam penerapan sisetem tersebut, dikarenakan perbedaan karakteristik wilayah dan kondisi ekologi dalam 27 negara uni eropa. Dengan demikian penerapan standar tersebut sulit dicapai, terlebih setiap negara memiliki prioritas dan permasalahan lingkungan masing-masing.

“ Hal tersebut yang membuat uni eropa menunda implementasi benchmarking, bukan karena tekanan negara lain, namun ketidaksiapan mereka dalam menerapkan sistem yang konsisten untuk seluruh kawasan,” jelas andri pada hari senin, (11/11/2024).

Itu sebabnya penelitian ini menunjukkan kebijakan uni eropa terkait larangan impor minyak kelapa sawit berdampak relevan terhadap ekonomi indonesia. Karena kebijakan mereka bertujuan dalam mengurangi kerusakan lingkungan serta melindungi produk dalam negeri uni eropa.

Sebelumnya, Indonesia telah mengembangkan kebijakan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) untuk memastikan produksi sawit ramah lingkungan. Namun, meski memenuhi kriteria Uni Eropa, ISPO belum diakui secara resmi oleh Uni Eropa. Uni Eropa masih memilih alternatif minyak nabati dari bahan lain seperti rapeseed dan bunga matahari yang kurang produktif dan berdampak lebih buruk terhadap lingkungan.

Sehingga, kebijakan ini lah yang akan membuat indonesia mengalami penurunan pendapatan dari ekspor sawit. Sebab berkurangnya GDP hingga mencapai  1.155,28 Juta Euro, dan akan berdampak pada penurunan tenaga kerja terutama berada di daerah sumatra dan kalimantan

Maka dengan begitu Indonesia diharapkan dapat terus memperkuat kebijakan ISPO , melakukan diplomasi ekonomi, serta mendorong riset dan pengembangan biodiesel sawit.

Laporan oleh dipa

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version