Merdekapos.com, Soul – Korea Selatan menggelar pemilihan presiden pada Selasa (3/6/2025), menyusul pemberhentian Presiden Yoon Suk Yeol dari jabatannya. Yoon dinyatakan tidak lagi menjabat setelah keputusan kontroversialnya menetapkan status darurat militer pada 3 Desember 2024 memicu gejolak politik dan penolakan publik secara luas.

Seharusnya masa jabatan Yoon berakhir pada 2027. Namun, konstitusi Korea Selatan mengatur bahwa pemilu harus digelar dalam waktu 60 hari bila terjadi kekosongan kekuasaan. Langkah percepatan pemilu ini pun menjadi salah satu respons untuk menjaga stabilitas pemerintahan.

Berikut kandidat resmi yang berlaga dalam kontestasi kali ini:

  1. Lee Jae Myung dari Partai Demokrat Korea,
  2. Kim Moon Soo dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP),
  3. Kwon Young Guk dari Partai Buruh Demokrat,
  4. Lee Jun Seok dari Partai Reformasi Baru, dan
  5. Song Jin Ho sebagai calon independen.

Berdasarkan hasil survei Gallup Korea terbaru, Lee Jae Myung memimpin dengan elektabilitas 46–49 persen, diikuti Kim Moon Soo dengan dukungan 35–37 persen. Sementara itu, Lee Jun Seok menempati posisi ketiga dengan perolehan 9–11 persen.

Proses pemungutan suara dimulai pukul 06.00 dan berakhir pada pukul 20.00 waktu setempat (04.00–18.00 WIB). Komisi Pemilihan Umum menyebutkan sekitar 44,4 juta warga yang terdaftar memiliki hak pilih dari total populasi sekitar 52 juta jiwa.

Penghitungan suara dilakukan segera setelah TPS ditutup, dan hasil resmi diperkirakan akan diumumkan malam harinya atau pada Rabu (4/6/2025) pagi. Presiden terpilih dijadwalkan langsung diambil sumpahnya pada hari yang sama.

Seluruh kandidat menghadapi sejumlah tantangan strategis yang menjadi sorotan publik, antara lain:

  • Kebijakan dagang proteksionis dari Amerika Serikat,
  • Ketegangan militer dengan Korea Utara,
  • Krisis demografi akibat menurunnya angka kelahiran,
  • Hubungan bilateral dengan Tiongkok, serta
  • Isu kesetaraan gender dan perlindungan hak-hak perempuan.

Berbagai isu tersebut diprediksi akan membentuk arah kebijakan baru pemerintahan pasca transisi.

Meski sama-sama menganut sistem pemilu langsung, terdapat perbedaan signifikan antara pemilu presiden di Korea Selatan dan Indonesia:

1. Masa Jabatan

Indonesia: Presiden dapat menjabat maksimal dua periode selama 5 tahun per periode.

Korea Selatan: Presiden hanya boleh menjabat satu periode (5 tahun) dan tidak bisa mencalonkan kembali.

2. Sistem Pemilihan

Indonesia: Menggunakan sistem dua putaran bila tidak ada pasangan yang memperoleh lebih dari 50 persen suara dan sebaran minimal di 20 persen provinsi.

Korea Selatan: Sistem satu putaran; kandidat dengan suara terbanyak langsung menang.

3. Jabatan Wakil Presiden

Indonesia: Presiden dan wakil dipilih dalam satu paket suara.

Korea Selatan: Tidak mengenal jabatan wakil presiden. Bila presiden lengser, perdana menteri bertindak sebagai pelaksana tugas.

4. Pemilu Dalam Keadaan Khusus

Indonesia: Pemilu hanya bisa dimajukan atau ditunda melalui mekanisme hukum dan politik yang sangat ketat.

Korea Selatan: Bila terjadi kekosongan kekuasaan, konstitusi mengamanatkan pemilu dilaksanakan dalam waktu 60 hari.

Pemilihan umum kali ini menjadi titik balik penting bagi Korea Selatan. Diselenggarakan di tengah krisis politik, hasilnya akan menentukan arah baru pemerintahan Negeri Ginseng secara baik dalam kebijakan domestik maupun sikap luar negeri di tengah dinamika geopolitik Asia Timur.

Pengamat menilai, transisi kepemimpinan ini menjadi ujian kedewasaan demokrasi Korea Selatan sekaligus refleksi atas tingginya ekspektasi rakyat terhadap transparansi, stabilitas, dan kepemimpinan yang visioner.

Laporan oleh Dipa

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version