Merdekapos.com, Jakarta – Di tengah kekhawatiran petani dan pelaku usaha kelapa sawit atas potensi kenaikan tarif impor oleh Amerika Serikat, pemerintah Indonesia justru mengambil langkah menaikkan tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO). Tarif tersebut meningkat dari sebelumnya 7,5 persen menjadi 10 persen.
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 30 Tahun 2025 mengenai tarif layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), yang berada di bawah Kementerian Keuangan. PMK tersebut ditandatangani oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pada 5 Mei 2025 dan diundangkan pada 14 Mei 2025. Dengan masa berlaku tiga hari setelah pengundangan, peraturan ini efektif diberlakukan mulai 17 Mei 2025.
Berdasarkan regulasi tersebut, tarif pungutan ekspor CPO sebesar 10 persen dihitung dari harga referensi yang ditetapkan oleh Kementerian Perdagangan. Tak hanya itu, produk turunan dari CPO juga mengalami penyesuaian tarif pungutan, yaitu menjadi antara 4,75 persen hingga 9,5 persen, dari sebelumnya hanya 3 persen hingga 6 persen.
Tujuan dari penyesuaian tarif ini, sebagaimana dijelaskan dalam peraturan, adalah untuk mendorong peningkatan produktivitas sektor kelapa sawit dan memberikan nilai tambah bagi produk hilir, khususnya yang berdampak langsung pada petani.
PMK tersebut juga menjelaskan bahwa pungutan ini akan dikenakan kepada pelaku usaha yang mengekspor komoditas kelapa sawit dan produk olahannya, serta kepada industri yang menggunakan bahan baku dari sektor perkebunan. Dana yang dikumpulkan dari pungutan ekspor ini akan dikelola oleh BPDP dan dibayarkan dalam bentuk rupiah sesuai dengan kurs yang berlaku saat pembayaran dilakukan. Mekanisme lebih lanjut terkait pengenaan tarif ini diatur oleh Direktur Utama BPDP Kementerian Keuangan.
Pungutan ini menjadi salah satu sumber pendanaan utama untuk mendukung program hilirisasi kelapa sawit, termasuk produksi biodiesel dan peremajaan sawit rakyat (PSR). Tahun ini, BPDP ditargetkan menyalurkan dana sebesar Rp 35,47 triliun (sekitar US$ 2,14 miliar) untuk subsidi biodiesel.
Menurut data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), konsumsi biodiesel nasional telah mencapai 4,44 juta kiloliter hingga 24 April 2025. Pemerintah menargetkan produksi biodiesel mencapai 15,6 juta kiloliter hingga akhir tahun, meningkat 20 persen dibandingkan produksi tahun 2024 yang sebesar 13 juta kiloliter.
Laporan oleh Dipa