Merdekapos.com, Pekanbaru –Kabar kurang sedap datang dari negeri Paman Sam. Amerika Serikat baru aja menaikkan tarif impor jadi 32 persen untuk sejumlah produk dari Indonesia. Kebijakan ini bikin was-was para petani sawit dan karet, termasuk yang ada di Riau.
Padahal, Riau dan Jambi adalah dua provinsi penghasil sawit dan karet terbesar di Indonesia. Di Jambi aja, ada lebih dari 2 juta petani dan pekerja yang menggantungkan hidup dari kebun sawit dan karet. Belum lagi di Riau, yang luas kebun sawitnya bahkan lebih besar lagi.
Harga tandan buah segar (TBS) sawit sempat bikin senyum petani karena bisa tembus Rp 3.600 per kilo, sementara getah karet dihargai sampai Rp 30.000 per kilo. Tapi kalau tarif tinggi dari AS ini beneran diterapkan, pengusaha bisa jadi bakal “potong harga” dari petani buat nutup biaya tambahan. Artinya, petani bisa rugi.
KH Suher, Ketua DPW Apkasindo Riau, mengatakan para petani di daerahnya sudah mulai khawatir. “Petani kecil yang akan pertama kali terdampak. Kalau harga turun, mereka enggak punya pilihan lain selain terima,” ujarnya.
Sementara itu, Gulat ME Manurung, Ketua Umum DPP Apkasindo, mengingatkan pentingnya peran pemerintah daerah dan pusat dalam menjaga kestabilan harga. “Jangan sampai harga sawit jeblok lagi hanya karena dampak eksternal. Kita harus siap dengan langkah perlindungan harga,” katanya.
Amerika memang salah satu pembeli besar produk nonmigas Indonesia. Dari mulai pakaian, sepatu, alat listrik, sampai minyak nabati, semua diekspor ke sana. Tahun lalu aja, kita dapat surplus dagang sekitar 16 miliar dolar AS dari AS.
Pengamat ekonomi Usman Ermulan juga angkat suara. Ia mendorong pemerintah untuk segera turun tangan. “Pemerintah harus cepat ambil langkah dan buka negosiasi dengan AS. Mereka juga sebenarnya butuh bahan baku dari kita. Jangan sampai petani di Riau dan daerah lain jadi korban dari perang dagang yang enggak mereka mulai,” tegasnya.
Laporan oleh Nita