Merdekapos.com, Semarang – Persidangan kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang dengan terdakwa Aipda Robig Zaenudin digelar tertutup di Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Penutupan sidang dilakukan lantaran menghadirkan saksi yang masih di bawah umur. Pihak kuasa hukum korban menyampaikan bahwa saksi anak sempat merasakan tekanan selama persidangan berlangsung.
Berdasarkan pantauan di lokasi, sidang digelar mulai pukul 12.45 WIB hingga 18.00 WIB di ruang Prof. Oemar Seno Adji. Empat saksi dihadirkan, yakni ayah korban Gamma, pamannya, serta dua teman korban yang masih remaja.
Satu per satu saksi diperiksa, diawali oleh ayah korban, Andi Prabowo, disusul Agung (paman Gamma), dan dua teman Gamma, masing-masing berinisial A dan S. Pemeriksaan terhadap saksi A dimulai sekitar pukul 14.30 WIB.
Kuasa hukum keluarga korban, Zainal Abidin atau yang akrab disapa Petir, menyebut bahwa selama persidangan pengacara terdakwa beberapa kali mencoba menggiring pernyataan saksi, terutama terhadap saksi A.
“Hakim beberapa kali menegur pengacara terdakwa. Saya juga sempat keberatan karena arah pertanyaannya cenderung menggiring,” ujar Petir di luar ruang sidang, Senin (5/5/2025).
Menurut Petir, meskipun saksi A mampu memberikan keterangan dengan tenang, ia terlihat kelelahan akibat rentetan pertanyaan yang bertubi-tubi.
“Dia ditanyai bergantian oleh beberapa pengacara, belum selesai satu, sudah disambung yang lain. Seharusnya tidak begitu. Ini membuat dia kelelahan,” tambahnya.
Dalam persidangan, terdakwa Robig membantah keterangan A dan menyatakan bahwa dirinya merasa terancam karena adanya senjata tajam yang dibawa oleh pihak lawan.
“Robig menyatakan ada yang mengancam dengan celurit, termasuk saksi kedua. Dia bilang terpaksa bertindak untuk melindungi diri,” jelas Petir.
Ia menegaskan bahwa saksi anak menyatakan tidak ada pertengkaran sebelumnya dan baru bertemu Robig di lokasi kejadian. Hal ini bertolak belakang dengan pernyataan terdakwa yang menyebut sempat terjadi kejar-kejaran dan ancaman di tempat lain sebelum penembakan.
“Menurut saksi, tidak pernah ada cekcok atau aksi saling kejar. Mereka baru bertemu di depan minimarket tempat kejadian,” ungkapnya.
Sementara itu, pengacara Robig, Herry Darman, membantah tudingan bahwa pihaknya memberikan tekanan kepada saksi anak. Ia menyebut pertanyaannya bertujuan mengungkap fakta yang belum terungkap.
“Tidak ada tekanan dari kami. Semua berlangsung sesuai prosedur. Kami hanya ingin fakta-fakta baru terbuka di persidangan,” tegas Herry.
Karena melibatkan saksi anak, persidangan dilakukan tertutup. Pihak keluarga korban yang semula hadir di dalam ruangan diminta keluar, sementara kuasa hukum korban dan perwakilan LPSK tetap diperkenankan mendampingi.
Saksi anak kedua, S, juga diperiksa selama sekitar satu setengah jam. Menurut Herry, keterangan S menunjukkan adanya perbedaan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP), khususnya terkait jarak dan dugaan bahwa Gamma membawa senjata tajam.
“Dari keterangan dua saksi, disebut bahwa sajam itu milik Gamma dan pernah dititipkan kepada S. Bahkan disebutkan bahwa ada aksi pembacokan,” ucap Herry.
Ia menyatakan pihaknya masih akan menelusuri lebih lanjut soal dugaan pembacokan dan apakah betul ada upaya pembegalan seperti yang sempat disebutkan oleh saksi.
“S disebut mengatakan kepada orang tua Gamma bahwa ada begal. Karena masih simpang siur, kami ingin semuanya terbuka secara tuntas di pengadilan,” katanya.
Kasus ini bermula dari insiden penembakan yang terjadi pada Minggu dini hari, 24 November 2024, di Jalan Candi Penataran Raya, Kota Semarang. Robig yang merupakan anggota Polrestabes Semarang diduga menembak sekelompok pelajar yang sedang melintas dengan sepeda motor.
Tiga siswa SMKN 4 menjadi korban dalam peristiwa ini. Gamma Rizkynata Oktafandy, 17 tahun, meninggal dunia setelah peluru menembus bagian pinggulnya. Dua rekannya, AD dan ST, juga mengalami luka tembak namun berhasil selamat. AD terkena peluru di bagian dada dan ST tertembak di tangan.
Laporan oleh Dipa