Merdekapos.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap modus dalam kasus dugaan korupsi kerja sama pengolahan logam antara PT Aneka Tambang (Antam) dan PT Loco Montrado (LCM) yang diduga merugikan negara hingga lebih dari Rp100 miliar.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, dari hasil penyelidikan, setiap satu kilogram logam anoda yang diserahkan oleh PT Antam untuk diolah hanya dikembalikan sekitar tiga gram emas oleh PT Loco Montrado.
“Dalam modus kerja sama pengolahan itu, setiap satu kilogram anoda logam yang diolah oleh PT LCM hanya ditukar dengan emas sekitar tiga gram,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (16/10/2025).
Padahal, dalam praktik industri logam mulia, satu kilogram anoda logam biasanya mengandung puluhan gram emas dan ratusan gram perak. Ketimpangan hasil inilah yang menjadi indikasi adanya manipulasi dalam proses pemurnian logam dan diduga menimbulkan kerugian besar bagi negara.
KPK juga telah memeriksa empat saksi untuk mendalami proses pengolahan logam di PT Antam. Mereka antara lain Fakhri Reza, Ilham Iskandar Siregar, Hardianto Tumpak Manurung, dan Helminton Jaharjo Sitanggang. Seluruhnya merupakan pejabat atau mantan pejabat PT Antam.
“Para saksi didalami keterangannya terkait mekanisme pengolahan anoda logam, termasuk proses kerja sama antara Antam dan Loco Montrado,” kata Budi.
Sebelumnya, penyidik KPK juga telah memeriksa mantan Direktur Utama PT Antam, Arie Prabowo Ariotedjo, yang diduga mengetahui alur kerja sama tersebut saat masih menjabat.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan Direktur Utama PT Loco Montrado, Siman Bahar, sebagai tersangka. Dari hasil penggeledahan, penyidik menyita uang tunai senilai Rp100,7 miliar yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.
Siman disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK menegaskan akan terus menelusuri dugaan keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, termasuk kemungkinan adanya keuntungan pribadi dari selisih hasil pengolahan logam.
“Setiap penyimpangan yang berpotensi merugikan keuangan negara akan kami tindak sesuai hukum yang berlaku,” tegas Budi.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa transparansi dan pengawasan ketat dalam kerja sama antara perusahaan pelat merah dan pihak swasta wajib dijaga agar kekayaan sumber daya alam tidak menjadi ladang korupsi.
Laporan oleh Dipa