Merdekapos.com, Jakarta –Penundaan kebijakan tarif ekspor dari Presiden AS Donald Trump belum cukup menjanjikan pemulihan ekonomi Indonesia.
Bahkan jika lobi diplomatik tingkat tinggi dari delegasi Presiden Prabowo Subianto ke Washington berhasil melunakkan tarif, dampak positifnya diyakini tidak akan serta-merta dirasakan.
Ekonom Ferry Latuhihin menyampaikan bahwa kondisi perekonomian nasional sudah rapuh bahkan sebelum kebijakan tarif diberlakukan.
“Rupiah sudah melemah, pemutusan hubungan kerja (PHK) terjadi di berbagai sektor, dan tekanan deflasi pun sudah mulai terasa. Tarif Trump hanya memperparah luka yang sudah ada,” ujar Ferry saat dihubungi Merdekapos, Kamis (10/4/2025).
Menurutnya, tarif dari AS memperbesar tekanan eksternal di tengah krisis domestik yang belum tertangani.
Sementara sejumlah pengamat berharap Indonesia bisa menjadi tujuan investasi baru dari perusahaan-perusahaan yang ingin merelokasi bisnisnya akibat tarif ekspor AS, Ferry justru melihat peluang itu tidak begitu cerah.
“India, Thailand, dan Malaysia jauh lebih siap secara infrastruktur dan kepastian hukum. Indonesia masih tertinggal karena birokrasi yang rumit, pungli, dan ketidakpastian arah ekonomi nasional,” jelasnya.
Dengan tekanan fiskal yang semakin terasa, wacana untuk mengevaluasi proyek-proyek besar yang bersifat populis seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) dan Danantara pun mulai mencuat. Ferry menilai, perlu ada keberanian dari pemerintah untuk merealokasi anggaran demi menjaga stabilitas.
“Ruang fiskal kita sangat terbatas. Program ambisius seperti MBG dan Danantara baik dari sisi niat, tapi kalau tak dikelola secara realistis, bisa membebani APBN di tengah ketidakpastian ekonomi global,” ujarnya.
Selain penyesuaian kebijakan fiskal, komunikasi yang tepat dari pemerintah dinilai sangat penting untuk memulihkan kepercayaan pasar.
“Pasar menuntut arah yang jelas. Pemerintah perlu menyampaikan strategi pemulihan secara konkret—bukan hanya janji dan optimisme kosong,” kata Ferry.
Ia menekankan pentingnya transparansi data ekonomi dan kejelasan roadmap pemulihan agar pelaku pasar dan investor tidak ragu mengambil keputusan.
Seiring dunia terus dibayangi perang dagang dan ancaman resesi, langkah pemerintah dalam beberapa minggu ke depan akan sangat menentukan: bertahan dalam badai, atau terseret arus yang lebih dalam.
Laporan oleh Dipa