Merdekapos.com, Jakarta – Kelapa, tanaman tropis yang telah lama tumbuh subur di tanah air, kini justru menghadirkan dilema. Harga jualnya yang lebih menggiurkan di pasar ekspor, khususnya ke Tiongkok, mendorong banyak petani dalam negeri untuk lebih memilih menjual kelapa bulat ke luar negeri. Akibatnya, Indonesia justru mengalami kelangkaan bahan baku kelapa parut di dalam negeri.
Fenomena ini bukan hal baru dalam sejarah panjang kelapa Indonesia. Sejak zaman kolonial, kelapa dari Nusantara telah menarik perhatian dunia, terutama bangsa Eropa. Minat mereka bukan tanpa alasan kelapa yang tumbuh di wilayah tropis seperti Indonesia dikenal memiliki manfaat luar biasa.
Sebuah studi ilmiah bertajuk “Cocos nucifera (L.) (Arecaceae): A phytochemical and pharmacological review” (2015) menyebutkan bahwa kelapa berasal dari wilayah tropis di Asia Tenggara dan Pasifik, termasuk Indonesia.
Dengan iklim yang lembap dan hangat, tanaman ini tumbuh subur di tanah-tanah Nusantara. Tak heran jika saat bangsa Eropa menjajah wilayah tropis, mereka turut membawa kelapa untuk dibudidayakan di koloni lain yang beriklim serupa.
Di masa lalu, kelapa bahkan mendapat julukan “Kalpavriksha” atau “pohon surga” karena hampir semua bagiannya dapat dimanfaatkan mulai dari akar hingga air buahnya.
Dalam arsip kolonial Belanda tahun 1922 bertajuk “De Nuttige Planten van Nederlandsch-Indie” karya K. Heyne, disebutkan bahwa kelapa dari Indonesia dianggap lebih berkhasiat dibandingkan dari wilayah lain.
Hal ini tak lepas dari kemampuan masyarakat lokal dalam mengolah kelapa menjadi berbagai produk, termasuk obat tradisional.
Akar kelapa, misalnya, yang sering dianggap tak berguna, ternyata digunakan masyarakat lokal untuk mengobati demam dan diare. Pengetahuan inilah yang membuat para peneliti Eropa terkesima.
Selain itu, varietas kelapa ijo yang diyakini hanya tumbuh di Indonesia pun menarik perhatian. Di kalangan masyarakat, kelapa ijo dikenal mujarab untuk mengatasi keracunan, meskipun oleh bangsa Eropa lebih sering diolah menjadi sirup atau kecap daripada dikonsumsi langsung.
Dalam penelitian modern, kelapa ijo atau green coconut memang tidak eksklusif milik Indonesia, tapi karakteristiknya sebagai kelapa muda tetap menjadikannya primadona dalam pengobatan alami.
Kelapa juga sangat digemari dalam bentuk olahan minyak. Minyak kelapa tak hanya digunakan untuk memasak, tapi juga dalam perawatan tubuh.
Di masa kolonial, minyak ini populer digunakan warga Eropa untuk mengatasi kutu rambut dan memperindah tampilan rambut agar tampak hitam, berkilau, dan panjang. Khasiatnya pun dimanfaatkan untuk mengobati berbagai keluhan kesehatan, termasuk wasir.
Saking tingginya nilai guna kelapa, sejak awal 1920-an, industri pengolahan minyak kelapa untuk keperluan kesehatan dan kecantikan mulai berkembang di Hindia Belanda dan hasilnya diekspor ke Eropa. Di Prancis, minyak kelapa bahkan dikenal luas sebagai produk farmasi yang dipercaya mampu merangsang pertumbuhan rambut.
Kisah ini menunjukkan betapa kayanya manfaat kelapa Indonesia, dari masa lalu hingga kini. Namun, dengan meningkatnya ekspor ke luar negeri, terutama Tiongkok, Indonesia kini menghadapi tantangan baru yaitu menjaga pasokan kelapa untuk konsumsi dan industri dalam negeri. Sebuah ironi di tengah limpahan sumber daya bahwa di negeri yang menjadi rumah bagi pohon surga, justru kelapa parut mulai langka.
Laporan oleh Dipa