Merdekapos.com, Jakarta –Draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) mengatur mengenai mekanisme restorative justice atau keadilan restoratif sebagai alternatif penyelesaian perkara di luar pengadilan. Namun, tidak semua kasus dapat diselesaikan dengan mekanisme ini.

Dalam Pasal 77 draf RKUHAP, terdapat beberapa tindak pidana yang dikecualikan dari mekanisme restorative justice, di antaranya:

  1. Tindak pidana yang mengancam keamanan negara
  2. Pelanggaran terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden
  3. Kejahatan terhadap negara sahabat, kepala negara sahabat, dan wakilnya
  4. Tindak pidana yang mengganggu ketertiban umum dan kesusilaan
  5. Tindak pidana terorisme
  6. Kasus korupsi
  7. Tindak pidana tanpa korban
  8. Kejahatan yang diancam dengan hukuman penjara minimal lima tahun atau lebih, kecuali akibat kelalaian
  9. Tindak pidana yang mengancam nyawa orang lain
  10. Kasus dengan ancaman hukuman minimum khusus
  11. Kejahatan yang berpotensi membahayakan atau merugikan masyarakat secara luas
  12. Tindak pidana narkotika, kecuali bagi pengguna yang bukan bagian dari jaringan peredaran narkoba

Draf RKUHAP juga menjelaskan bagaimana mekanisme restorative justice dapat diterapkan dalam penyelesaian perkara di luar pengadilan, sebagaimana tercantum dalam Pasal 74. Penyelesaian perkara melalui pendekatan ini bisa dilakukan di tahap penyelidikan, penyidikan, atau penuntutan.

Syarat penerapan restorative justice sebagaimana tertuang dalam Pasal 75 antara lain:

  • Pelaku baru pertama kali melakukan tindak pidana
  • Pelaku telah melakukan pemulihan terhadap korban atau keadaan semula
  • Telah terjadi kesepakatan damai antara korban dan pelaku

Sementara itu, Pasal 76 menyebutkan bahwa penyelesaian perkara di luar pengadilan dapat diajukan oleh:

  • Pelaku tindak pidana, tersangka, terdakwa, atau keluarganya
  • Korban tindak pidana atau keluarganya

Selain permohonan dari pihak terkait, penyelesaian perkara dengan restorative justice juga bisa ditawarkan oleh penyelidik, penyidik, atau penuntut umum kepada korban dan tersangka.

Dalam Pasal 76 Ayat (2) ditekankan bahwa proses ini harus berlangsung secara sukarela, tanpa adanya tekanan, paksaan, atau intimidasi.

Draf RKUHAP membuka peluang bagi penyelesaian kasus pidana di luar jalur pengadilan melalui restorative justice, tetapi tetap membatasi penerapannya pada tindak pidana tertentu.

Langkah ini diharapkan dapat meringankan beban sistem peradilan, namun di sisi lain, tetap menjaga batasan agar tidak disalahgunakan dalam kasus-kasus berat yang dapat mengancam keamanan dan kepentingan publik.

Laporan oleh Ayu

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version