Merdekapos.com, Jakarta – Meskipun mendapat penolakan luas dari masyarakat, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia resmi mengesahkan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) dalam rapat paripurna yang berlangsung pada pagi hari ini, Kamis (20/03/2025).
Keputusan tersebut memicu gelombang protes dari mahasiswa dan aktivis prodemokrasi di berbagai daerah.
Hingga malam hari, demonstrasi masih berlangsung di depan gedung DPR di Jakarta, di mana ratusan demonstran berusaha merangsek masuk.
Sekitar pukul 19.00 WIB, massa berhasil menjebol pagar depan gedung dan meneriakkan seruan “Revolusi”.
Salah satu orator, Sukma Ayu, menekankan pentingnya melanjutkan perjuangan meskipun undang-undang telah disahkan.
“Kita harus terus melawan hingga DPR melakukan evaluasi,” tegasnya.
Dalam aksi tersebut, aktivis hak asasi manusia, Wilson, menyatakan bahwa pengesahan UU TNI merupakan simbol dari “demokrasi yang telah dibunuh.
Wilson, yang juga merupakan anggota organisasi Ikatan Keluarga Orang Hilang Indonesia (IKOHI), mengingatkan bahwa esensi demokrasi adalah pemisahan antara militer dan politik.
“Militer seharusnya fokus pada pertahanan negara, bukan berpolitik,” tambahnya.
Sementara itu, di kota Bandung, sekitar seratus mahasiswa melakukan aksi serupa di depan Gedung DPRD Jawa Barat.
Dengan mengenakan pakaian hitam, mereka menuntut penolakan terhadap revisi UU TNI. Levi, salah satu peserta aksi, menilai pengesahan UU ini sebagai upaya pemerintah untuk mencabut hak-hak demokrasi masyarakat.
“Ini adalah langkah terang-terangan untuk menghilangkan kebebasan berpendapat,” ujarnya.
Kekhawatiran akan kembalinya praktik-praktik represif masa Orde Baru juga disuarakan oleh Ainul Mardhyah, seorang mahasiswi.
Ia menegaskan bahwa UU TNI dapat memicu dominasi militer dalam berbagai sektor, termasuk pendidikan.
“Mahasiswa yang kritis akan semakin mudah diintimidasi,” ungkapnya.
Aksi protes ini mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap keputusan DPR dan pemerintah.
Para mahasiswa dan aktivis berjanji untuk terus melawan dan menyuarakan penolakan terhadap revisi UU TNI hingga undang-undang tersebut dicabut.
“Kita akan terus bergerak, mengorganisir massa, dan membangkitkan kesadaran publik,” pungkas Ainul.
Sebagai penutup, situasi di Jakarta dan berbagai kota lainnya menunjukkan bahwa kontroversi seputar revisi UU TNI belum akan mereda, dan demonstrasi ini menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan yang dianggap merugikan demokrasi di Indonesia.
Laporan oleh Ayu