Merdekapos.com, Jakarta — Ketika seharusnya kampus menjadi ruang untuk tumbuh dan belajar, bagi Timothy Anugrah Saputra, tempat itu justru berubah menjadi ruang yang menekan. Dugaan perundungan yang dialaminya berakhir tragis, menggugah pemerintah untuk meninjau kembali sejauh mana keamanan psikologis benar-benar terjamin di dunia pendidikan tinggi.
Kabar meninggalnya Timothy Anugrah Saputra (22), mahasiswa Sosiologi Universitas Udayana, mengguncang banyak hati. Ia ditemukan tak bernyawa pada Rabu (15/10/2025), setelah diduga mengalami tekanan batin berat akibat perlakuan verbal yang tidak menyenangkan dari teman-temannya.
Belakangan, media sosial dipenuhi ungkapan duka dan kemarahan. Beberapa tangkapan layar percakapan yang beredar menunjukkan bahwa Timothy kerap menjadi sasaran ejekan. Ironisnya, bahkan setelah ia tiada, masih ada pihak yang menjadikan tragedi ini bahan olok-olok sehingga membangkitkan gelombang simpati dan protes yang meluas.
Tragedi tersebut tak hanya meninggalkan luka bagi keluarga dan teman-teman dekatnya, tetapi juga menjadi peringatan keras bagi dunia pendidikan tinggi. Pemerintah pun turun tangan, menegaskan pentingnya perlindungan psikologis dan sosial di lingkungan kampus.
Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendiktisaintek) Brian Yuliarto menyampaikan bahwa perguruan tinggi seharusnya menjadi ruang aman bagi siapa pun tanpa terkecuali. Pernyataan itu disampaikan menyusul kasus yang kini menjadi sorotan publik.
“Kami sudah menerima laporan dari Rektor bahwa Unud telah membentuk tim untuk menginvestigasi apa yang sebenarnya terjadi, serta melakukan pendampingan bagi keluarga dan pihak-pihak lain yang terkait dengan kasus ini,” ujar Brian dalam keterangan di Jakarta, Senin (20/10/2025).
Ia menjelaskan, pemerintah telah memiliki Permendikbudristek Nomor 55 Tahun 2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Perguruan Tinggi (PPKPT), yang menjadi pedoman bagi kampus dalam mencegah dan menangani kekerasan, termasuk perundungan.
Melalui Inspektorat Jenderal, Kemdiktisaintek kini tengah menjalankan Kampanye Nasional PPKPT untuk memastikan seluruh kampus membentuk Satuan Tugas (Satgas) PPKPT, sesuai amanat peraturan tersebut.
“Satgas ini berfungsi menciptakan lingkungan kampus yang aman dan bebas kekerasan, menyediakan mekanisme pelaporan, investigasi, serta pendampingan korban. Selain itu, juga memberikan dukungan psikologis, hukum, dan sosial bagi korban,” jelasnya.
Tragedi ini membuka kembali perbincangan tentang pentingnya menciptakan iklim kampus yang sehat secara emosional dan sosial. Di tengah upaya membangun reputasi akademik, banyak kampus masih abai terhadap kesejahteraan psikologis mahasiswanya. Rasa aman, empati, dan saling menghargai sering kali kalah oleh budaya kompetitif dan candaan yang melampaui batas.
Kisah Timothy bukan hanya tentang kehilangan satu nyawa muda, melainkan juga tentang kegagalan kolektif dalam menjaga ruang belajar agar tetap manusiawi. Ia meninggalkan pesan sunyi bagi semua pihak seperti dosen, mahasiswa, hingga pemerintah untuk menata ulang makna kampus sebagai tempat tumbuh, bukan tempat runtuh.
Laporan oleh Dipa