Merdekapos.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki dugaan praktik korupsi dalam pengelolaan kuota haji Indonesia. Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW), mengungkapkan bahwa persoalan serupa pernah mencuat pada musim haji sebelumnya, khususnya terkait penambahan dan distribusi kuota.
“Pada musim haji lalu memang ada persoalan soal penambahan kuota dan penempatannya yang menjadi sorotan,” ujarnya saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (20/6/2025).
Hidayat menjelaskan bahwa ketika itu, proporsi kuota yang seharusnya dialokasikan 92% untuk haji reguler dan 8% untuk haji khusus tidak sesuai implementasinya. Namun, menurutnya, situasi berbeda terjadi tahun ini.
“Untuk tahun ini, tidak ada tambahan kuota, dan juga tidak ada haji furoda yang biasanya menimbulkan spekulasi,” jelasnya. “Dari sisi itu, bisa dikatakan tak ditemukan persoalan mencolok. Kalaupun ada isu, mungkin seputar kerja sama dengan syarikah (mitra di Arab Saudi),” tambahnya.
Terkait kemungkinan keterlibatan tindak pidana korupsi, Hidayat menyatakan KPK memiliki kewenangan penuh untuk menyelidiki. Ia menyebut, bukan hal baru bagi KPK menangani kasus dalam sektor penyelenggaraan haji.
“Bukan hal yang mustahil jika KPK menindaklanjuti. Dulu pun pernah ada kasus serupa yang mereka tangani,” ucapnya.
Ia juga menyebut laporan dan temuan dari Panitia Khusus (Pansus) DPR RI tentang pelaksanaan haji 2024 bisa dijadikan bahan rujukan oleh KPK. “Meskipun saya bukan anggota Pansus, namun laporan itu merupakan dokumen terbuka dan bagian dari catatan publik,” jelasnya.
Sementara itu, pada 31 Juli 2024, sekelompok mahasiswa yang menamakan diri Gerakan Aktivis Mahasiswa UBK Bersatu (GAMBU) telah menyampaikan laporan resmi ke KPK. Mereka menuding adanya penyimpangan dalam pengalihan kuota haji dari jalur reguler ke jalur khusus, yang diduga dilakukan oleh Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas, bersama Wakil Menteri Agama, Saiful Rahmat Dasuki.
Dalam keterangannya, Ketua GAMBU, Arya, mendesak KPK untuk memanggil kedua pejabat tersebut guna diperiksa sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Arya menyebut bahwa kuota haji khusus yang sah menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 hanya sebesar 8% dari total kuota nasional. Namun, menurut dugaan GAMBU, kebijakan pengalihan kuota dilakukan sepihak tanpa melibatkan persetujuan DPR.
“Ada indikasi penyalahgunaan wewenang oleh pejabat tinggi yang menetapkan kebijakan sepihak terkait kuota, padahal itu melanggar ketentuan hukum,” ungkap Arya.
Laporan oleh Dipa