Merdekapos.com, Jakarta – Pemerintah terus berkomitmen memastikan seluruh rakyat Indonesia mendapatkan perlindungan kesehatan yang adil dan merata melalui program BPJS Kesehatan. Untuk meringankan beban masyarakat kurang mampu, sebagian peserta bahkan mendapat bantuan iuran dari negara.
Mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022, skema iuran BPJS Kesehatan disesuaikan dengan kategori peserta. Berikut rinciannya:
1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) : Kelompok ini merupakan masyarakat yang mendapat bantuan penuh dari pemerintah. Iuran mereka sepenuhnya dibayarkan oleh negara.
2. Peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) di Instansi Pemerintah : Untuk PNS, TNI, Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non-PNS, besaran iuran adalah 5% dari gaji bulanan, dengan ketentuan:
- 4% dibayarkan oleh instansi tempat bekerja (pemberi kerja).
- 1% dibayar sendiri oleh peserta.
3. Pekerja di BUMN, BUMD, dan Swasta, Besaran iuran juga 5% dari gaji, dengan pembagian serupa:
- 4% ditanggung pemberi kerja.
- 1% dibayar peserta.
4. Keluarga Tambahan PPU : Untuk anggota keluarga tambahan seperti anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu, atau mertua, iuran sebesar 1% dari gaji per orang per bulan. Iuran ini ditanggung sendiri oleh pekerja.
5. Peserta Mandiri & Kerabat Lain: Untuk peserta mandiri atau anggota keluarga lain seperti saudara kandung, ipar, hingga asisten rumah tangga, tarifnya berdasarkan kelas layanan rawat inap:
- Kelas III: Rp 42.000 per orang per bulan
– Periode khusus Juli–Desember 2020: peserta hanya membayar Rp 25.500, sisanya disubsidi pemerintah.
– Sejak 1 Januari 2021: peserta membayar Rp 35.000, sisanya Rp 7.000 dibantu pemerintah.
- Kelas II: Rp 100.000 per orang per bulan
- Kelas I: Rp 150.000 per orang per bulan
6. Veteran dan Perintis Kemerdekaan : Veteran, Perintis Kemerdekaan, serta keluarganya dikenakan iuran sebesar 5% dari 45% gaji pokok PNS Golongan III/a dengan masa kerja 14 tahun, dan seluruhnya ditanggung pemerintah.
Batas Pembayaran dan Ketentuan Denda
Peserta BPJS wajib membayar iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Sejak 1 Juli 2016, keterlambatan pembayaran tidak dikenakan denda bulanan. Namun, jika peserta yang menunggak mendapatkan layanan rawat inap dalam waktu 45 hari setelah reaktivasi, akan dikenakan denda pelayanan.
Berdasarkan Perpres 64/2020, ketentuan denda pelayanan adalah:
- 5% dari biaya diagnosa awal rawat inap, dikalikan jumlah bulan tunggakan.
- Maksimal tunggakan yang dihitung: 12 bulan.
- Denda paling tinggi Rp 30 juta.
- Untuk peserta PPU, denda ini menjadi tanggung jawab pemberi kerja.
Pemerintah berharap, melalui skema pembiayaan yang adil ini, setiap warga negara bisa merasakan manfaat jaminan kesehatan tanpa terkendala biaya.
Laporan oleh Dipa