Merdekapos.com, Jakarta – Kasus dugaan suap dalam putusan bebas terhadap terdakwa Gregorius Ronald Tannur telah membuka tabir praktik korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat peradilan di Indonesia.
Kejaksaan Agung menemukan bukti kuat adanya aliran dana suap yang digunakan untuk mempengaruhi vonis di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dan berlanjut hingga ke Mahkamah Agung.
Gregorius Ronald Tannur dibebaskan dari dakwaan pembunuhan terhadap kekasihnya, Dini Sera Afrianti, dalam putusan yang dibacakan Majelis Hakim PN Surabaya pada 24 Juli 2024.
Namun, Kejaksaan Agung mencurigai adanya kejanggalan dalam proses persidangan tersebut dan segera melakukan penyelidikan mendalam.
Fokus penyidikan mengarah kepada pengacara Ronald, Lisa Rachmat, yang diduga menjadi aktor utama dalam pengaturan putusan tersebut. Lisa diduga menyuap sejumlah hakim demi menjamin vonis bebas bagi kliennya.
Penyidikan menetapkan tiga hakim PN Surabaya sebagai tersangka, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Ketiganya diduga menerima suap sebesar 140.000 dolar Singapura dari Lisa Rachmat untuk mengatur putusan bebas Ronald Tannur.
Tak hanya itu, mantan Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono, juga ditetapkan sebagai tersangka. Ia diduga menerima uang suap senilai 20.000 dolar Singapura melalui Erintuah Damanik, serta tambahan 43.000 dolar Singapura yang diterima langsung dari Lisa Rachmat.
Penyidikan lebih lanjut juga menyeret nama Zarof Ricar, seorang mantan pejabat di Mahkamah Agung, yang disebut menjadi perantara antara Lisa Rachmat dan pihak-pihak di MA.
Dalam penggeledahan yang dilakukan di rumah dan apartemen para tersangka, penyidik menemukan uang tunai dalam berbagai mata uang, termasuk rupiah, dolar Amerika Serikat, dan dolar Singapura.
Temuan paling mencolok adalah dari rumah Zarof Ricar, di mana penyidik menyita uang tunai senilai lebih dari Rp 922 miliar serta 51 kilogram emas batangan.
Berdasarkan catatan yang ditemukan, uang dan emas tersebut diyakini berkaitan erat dengan upaya mempengaruhi putusan kasasi di Mahkamah Agung atas kasus yang sama.
Kejaksaan Agung telah melimpahkan berkas perkara para tersangka ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada PN Jakarta Pusat. Para tersangka dijerat dengan pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena menunjukkan adanya dugaan praktik korupsi yang sistemik di lingkungan peradilan.
Kejaksaan Agung menegaskan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini dan menegakkan hukum tanpa pandang bulu demi menjaga integritas lembaga peradilan di Indonesia.
Laporan oleh Dewa