Merdekapos.com, Jakarta – Ombudsman Republik Indonesia menyoroti sejumlah persoalan serius dalam pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG), salah satu program prioritas Presiden Prabowo Subianto. Dari hasil kajian, lembaga ini menemukan delapan masalah utama serta empat potensi malaadministrasi yang dinilai bisa mengancam keberhasilan program.
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, menyebut persoalan tersebut berisiko menurunkan kepercayaan publik. “Kalau tidak segera dibenahi, justru bisa memicu kekecewaan dan kemarahan masyarakat,” ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (30/9/2025).
Menurut Yeka, pemerintah perlu segera mengambil langkah perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan. Hal ini penting agar tujuan awal program MBG bisa terpenuhi dengan cara melindungi dan menyejahterakan rakyat supaya tidak menyimpang dari harapan masyarakat.
Dari hasil pemantauan Ombudsman, delapan masalah utama yang teridentifikasi antara lain:
- Ketidaksesuaian antara target dengan capaian di lapangan,
- Kasus keracunan massal,
- Penunjukan mitra yayasan dan Satuan Pelaksana Pemenuhan Gizi (SPPG) yang dinilai belum transparan,
- Keterlambatan honor bagi guru dan relawan,
- Kualitas bahan baku yang tidak memenuhi standar,
- Penerapan standar pengolahan makanan yang belum konsisten,
- Distribusi makanan yang tidak tertib, dan
- Sistem pengawasan yang belum terintegrasi.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan empat potensi malaadministrasi yang terjadi dalam pelaksanaan MBG. Di antaranya penundaan yang berlarut, adanya praktik diskriminasi, lemahnya kompetensi dalam penerapan SOP, serta penyimpangan prosedur.
“Temuan ini bukan sekadar menunjukkan kelemahan tata kelola, tetapi juga menjadi pengingat bahwa prinsip pelayanan publik seperti kepastian, akuntabilitas, dan keterbukaan tentu harus ditegakkan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009,” tegas Yeka.
Ia menambahkan, perbaikan yang dilakukan secara serius dan terbuka akan mengembalikan esensi program Makan Bergizi Gratis: memastikan masyarakat, khususnya anak-anak, memperoleh hak atas gizi yang layak sebagai bagian dari kesejahteraan.
Laporan oleh Dipa