Merdekapos.com, Jakarta –Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta, melalui Dinas Pendidikan (Disdik) Jakarta, menerapkan kebijakan pengurangan jam belajar efektif di sekolah selama bulan Ramadan 2025.

Langkah ini diambil untuk memberikan kenyamanan bagi para siswa yang menjalankan ibadah puasa, sekaligus memastikan proses pembelajaran tetap berjalan optimal.

Penyesuaian ini dilakukan dengan memangkas durasi setiap jam pelajaran sebanyak 10 menit, sehingga siswa tidak merasa terlalu terbebani selama Ramadan. Sebagai contoh, bagi siswa Sekolah Menengah Atas (SMA), jam pelajaran yang biasanya 45 menit kini dikurangi menjadi 35 menit.

Meski durasi belajar lebih singkat, jam masuk tetap dimulai pukul 06.30 WIB, dan pembelajaran berlangsung lima hari dalam seminggu.

Plt. Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Sarjoko, menegaskan bahwa kebijakan ini dibuat untuk menyesuaikan ritme belajar selama bulan Ramadan.

“Jam efektif pembelajaran akan disesuaikan agar siswa tetap bisa belajar dengan fokus tanpa mengganggu ibadah puasa,” ujar Sarjoko, Senin (24/2/2025).

Kebijakan ini mengacu pada Surat Edaran Bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Menteri Agama, serta Menteri Dalam Negeri, yaitu SE 3 Menteri Nomor 2 Tahun 2025 dan Nomor 400.1/320/SJ.

Edaran ini bertujuan untuk menjaga keseimbangan antara kewajiban akademik dan ibadah, sehingga siswa tetap dapat belajar dengan efektif tanpa merasa terbebani selama Ramadan.

Selain pengurangan durasi jam pelajaran, ada beberapa perubahan dalam pola pembelajaran yang diterapkan:

  1. Belajar Mandiri di Awal Ramadan
    Pada tanggal 27-28 Februari dan 3-5 Maret 2025, siswa akan melakukan pembelajaran secara mandiri di rumah, tempat ibadah, atau komunitas masyarakat. Guru akan memberikan tugas yang dapat dikerjakan secara fleksibel, memungkinkan siswa lebih banyak beristirahat dan beribadah.
  2. Kembali ke Sekolah dengan Tambahan Kegiatan Keagamaan
    Mulai 6 hingga 25 Maret 2025, kegiatan belajar kembali dilakukan di sekolah, namun dengan tambahan program keagamaan seperti kultum, kajian Ramadan, dan kegiatan sosial. Program ini bertujuan memperkuat nilai spiritual dan kepedulian sosial siswa selama bulan suci.
  3. Fasilitas bagi Siswa Non-Muslim
    Bagi siswa beragama selain Islam, sekolah juga memberikan kesempatan untuk mengikuti kegiatan rohani sesuai keyakinan mereka.

“Sekolah atau siswa non-Muslim dapat menyusun agenda bimbingan rohani sesuai kebutuhan, sehingga mereka tetap mendapatkan pembinaan spiritual selama Ramadan,” jelas Sarjoko.

Menariknya, kebijakan ini bukan sekadar pemangkasan jam belajar, tetapi juga menjadi momen refleksi dan peningkatan karakter bagi siswa. Selain fokus pada akademik, mereka juga diajak untuk lebih memahami pentingnya keseimbangan antara ilmu dan ibadah.

Beberapa sekolah bahkan berencana mengadakan kegiatan bakti sosial, buka puasa bersama, hingga pesantren kilat untuk mempererat kebersamaan antar siswa dan guru.

Dengan kebijakan ini, diharapkan siswa tetap bisa menjalankan kewajiban akademik dengan baik, sambil memperdalam nilai-nilai spiritual dan kepedulian sosial selama Ramadan.

Laporan oleh dipa

Share.
Leave A Reply

Exit mobile version