Merdekapos.com, Pekanbaru –Kepolisian Daerah (Polda) Riau kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga keseimbangan alam dan kelestarian satwa dilindungi. Tim Subdit IV Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Ditreskrimsus berhasil menggagalkan upaya penyelundupan 30 kilogram sisik trenggiling di Kabupaten Rokan Hilir, Senin (27/10/2025) malam.
Pelaku berinisial Zulfikar (49), warga Bagan Hulu, ditangkap di Jalan Pembangunan, Kelurahan Labuhan Tangga Besar. Dari tangan tersangka, petugas menyita satu karung berisi sisik trenggiling siap jual sebagai barang bukti.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau, Kombes Pol Ade Kuncoro, menjelaskan bahwa penangkapan ini berawal dari laporan masyarakat tentang aktivitas jual beli bagian tubuh satwa dilindungi.
“Begitu laporan masuk, tim segera turun melakukan penyelidikan. Setelah memastikan kebenarannya, pelaku berhasil diamankan bersama karung putih berisi sisik trenggiling,” ujar Ade, Jumat (31/10/2025), dikutip dari Warta Ekonomi.
Dari hasil pemeriksaan, diketahui bahwa sisik-sisik tersebut diperoleh dari dua orang lain berinisial ML dan MD, yang kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO). Menurut Kombes Ade, modus yang digunakan menunjukkan keterlibatan jaringan terorganisasi.
“Rantai kejahatan ini tidak berdiri sendiri. Ada pemburu, pengumpul, hingga pengepul besar. Kami terus menelusuri jaringan di atas pelaku, termasuk potensi keterkaitan dengan sindikat antar provinsi bahkan internasional,” jelasnya.
Ia menegaskan, kejahatan terhadap satwa liar bukanlah pelanggaran ringan.
“Trenggiling termasuk satwa yang kini berada di ambang kepunahan. Perdagangan sisiknya sering dikendalikan sindikat besar yang menyasar pasar gelap luar negeri. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga tentang menyelamatkan keanekaragaman hayati Indonesia,” tegas Ade.
Trenggiling sunda atau Manis javanica merupakan mamalia bersisik yang dilindungi dan masuk dalam Appendix I CITES serta Permen LHK Nomor P.106 Tahun 2018. Satwa ini dikenal dengan sebutan trenggiling Sunda, bukan karena asal etnis, melainkan karena persebarannya di wilayah Paparan Sunda meliputi Sumatra, Kalimantan, Jawa, Malaysia, hingga Vietnam bagian selatan.
Peran ekologis trenggiling sangat penting. Seekor tenggiling dewasa mampu memakan hingga 70 juta semut dan rayap per tahun, membantu menjaga keseimbangan ekosistem tanah dan mencegah kerusakan vegetasi.
Namun, hewan pemalu ini kini menjadi komoditas paling diburu di pasar gelap dunia. Laporan TRAFFIC dan UNODC (2020) mencatat, perdagangan sisik trenggiling bahkan melampaui gading gajah dalam pasar satwa liar ilegal global.
Sisiknya dianggap berharga di pasar Asia Timur, khususnya di Tiongkok dan Vietnam, karena diyakini memiliki khasiat medis, mulai dari menyembuhkan penyakit kulit hingga meningkatkan produksi ASI. Padahal, secara ilmiah, sisik trenggiling hanya tersusun dari keratin, zat yang sama dengan kuku dan rambut manusia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga menegaskan, tidak ada bukti medis yang mendukung klaim khasiat medis tersebut. Sejak 2020, pemerintah Tiongkok juga melarang penggunaan trenggiling dalam obat tradisional. Meski demikian, permintaan pasar tetap tinggi dengan harga mencapai Rp10–15 juta per kilogram, membuat populasinya terus menurun dan kini berstatus hampir punah.
Kombes Ade menegaskan, perlindungan satwa liar bukan hanya tugas aparat, tetapi tanggung jawab bersama seluruh elemen masyarakat.
“Kesadaran masyarakat adalah benteng utama. Jangan beli, simpan, atau jual bagian tubuh satwa yang dilindungi. Jika menemukan aktivitas mencurigakan, segera laporkan,” imbaunya.
Pelaku dijerat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Berdasarkan ketentuan tersebut, setiap orang yang dengan sengaja memperjualbelikan, menyimpan, atau memiliki bagian tubuh satwa dilindungi dapat diancam pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda hingga Rp1 miliar. Untuk korporasi, sanksi administratif dan denda dapat lebih besar, termasuk penindakan terhadap pengurus perusahaan yang terlibat.
Penegakan hukum ini menjadi bukti nyata keseriusan Polda Riau dalam melindungi satwa liar dan menjaga warisan alam Bumi Lancang Kuning. Lebih dari sekadar operasi kriminal, langkah ini mencerminkan komitmen moral dan ekologis untuk menghentikan rantai perdagangan gelap yang mengancam keberlanjutan kehidupan di alam Indonesia.
Laporan oleh Dipa


